Rabu, 10 September 2014

Seven Sins Part 3

Sebenarnya aku tertarik dengan apa yang dijelaskan oleh perusahaan ini, membunuh setiap orang yang dirasa tidak perlu ada didunia apalagi setiap hari saya mendengar berita tentang korupsi yang memakan hak rakyat kecil, sang koruptor pun merasa tidak keberatan berada di penjara karena nikmat dan hanya untuk sementara. Betul juga apa kata Erik, kalau polisi saja sudah kotor, pemerintah sudah bungkam, rakyatlah yang memberi keadilan. Saya diberikan waktu selama 3 hari untuk berfikir dan melakukan persiapan dalam pekerjaan baru ini, gaji yang diberikan kepadaku nanti rasanya teramat besar, 50juta untuk sekali tugas dan akan ada tambahan apabila berhasil membunuh orang-orang yang telah masuk kedalam daftar kematian.

Saya dikembalikan ketempat dimana mereka menyulik saya, semua orang yang ada di Seven tergolong ramah-ramah namun sayangnya saya dibius lagi sehingga saya tidak tahu perusahaan seven berada persis posisinya ada dimana, sadar-sadar saya sudah sampai di jembatan kali. Bukan hanya dipulangkan dengan aman, saya pun diberikan sebuah amplop yang berisi uang dengan nominal 5 Juta rupiah, baru kali ini saya memegang uang 5 Juta dalam sehari, gaji yang berasal dari tempatku bekerja saja hanya 3 juta saja, itupun tidak ada tambahan apapun. Mungkin ini rejeki dari Tuhan untuk saya, pas sekali saya sampai rumah sudah adzan subuh, sepertinya saya tidak masuk kantor hari ini karena badan masih sangat teramat lelah. Ketika sujud solat subuh pun saya sempat ketiduran hingga akhirnya benar-benar tidur hingga pukul 2 siang.

Saya melihat jam di dinding sudah pukul 2 siang lewat 15 menit, rasanya kepala masih tetap berat tidak karuan, mungkin efek kurang istirahat dan dehidrasi karena semalam saya tidak minum cairan sama sekali. Masih terbayang-bayang dengan omongan Erik, tawaran pekerjaan yang cukup menggiurkan namun harus membunuh atau terbunuh. Sialnya saya tidak bisa mundur atau melarikan diri, sepertinya mereka memilih saya dengan paksa dan apabila tidak mau saya akan menjadi bangkai. Lalu kenapa saya yang terpilih oleh mereka?

Saya sudah mengorbankan waktu bekerja sehari untuk berfikir tentang pekerjaan kejam ini, keesokan harinya saya harus bekerja secara normal agar tidak dicurigai oleh atasan jika saya sedang mengalami masalah. Kembali kerutinitas biasa dan berjalan seperti biasanya namun entah kebetulan atau tidak, saya mengalami banyak kejadian kekerasan jalanan. Ketika saya sedang menaiki sebuah angkutan umum, tiba-tiba angkot yang saya tumpangi dibajak oleh 3 orang preman dengan mulut bau alkohol. Penumpang didalam angkot kebanyakan wanita sedangkan sang pria hanya saya dan supir angkot tersebut, ketiga preman tersebut badannya besar-besar dan bertato, dipastikan saya tidak akan berani melawan, saya pun hanya pasrah jam tangan saya diminta paksa oleh mereka karena mereka tidak menggunakan tangan kosong dalam memalak, melainkan dengan sebilah pedang pendek siap menghunus ke tubuh orang-orang yang mencoba melawan.

Beruntung dompet serta telepon genggam saya tidak dirampas, kalau semua dirampas maka saya tidak dapat melanjutkan perjalanan menuju kantor. Padahal saya melihat ada 2 orang aparat diujung jalan, entah tidak melihat kejadian yang cepat itu atau memang melihat aksi tersebut tetapi takut untuk melakukan tindakan. Di busway saya menyaksikan siaran berita pagi, lagi-lagi para koruptor yang menikmati hasil uang rakyat dengan tanpa dosa dan masih bisa tersenyum tak menyesal saat kamera menyorot wajahnya. Saya melihat koran yang sedang dibaca sambil berdiri oleh bapak-bapak tua didepan saya, dikoran tersebut terlihat sebuah berita mengenai gang motor yang membantai dan merampok pejalan kaki dengan sadisnya. Semakin hari kelakuan binatang anak-anak geng motor makin beringas, waktu setahun lalu saya memiliki keponakan yang tangannya putus akibat diserang oleh beberapa anak geng motor di bandung saat sedang belanja di minimarket. Kasian kalau saya melihatnya, kalau saja saya berada disana, pasti sudah saya bantai orang-orang seperti itu, sampah semua.