Sebenarnya
aku tertarik dengan apa yang dijelaskan oleh perusahaan ini, membunuh
setiap orang yang dirasa tidak perlu ada didunia apalagi setiap hari
saya mendengar berita tentang korupsi yang memakan hak rakyat kecil,
sang koruptor pun merasa tidak keberatan berada di penjara karena
nikmat dan hanya untuk sementara. Betul juga apa kata Erik, kalau
polisi saja sudah kotor, pemerintah sudah bungkam, rakyatlah yang
memberi keadilan. Saya diberikan waktu selama 3 hari untuk berfikir
dan melakukan persiapan dalam pekerjaan baru ini, gaji yang diberikan
kepadaku nanti rasanya teramat besar, 50juta untuk sekali tugas dan
akan ada tambahan apabila berhasil membunuh orang-orang yang telah
masuk kedalam daftar kematian.
Saya
dikembalikan ketempat dimana mereka menyulik saya, semua orang yang
ada di Seven tergolong ramah-ramah namun sayangnya saya dibius lagi
sehingga saya tidak tahu perusahaan seven berada persis posisinya ada
dimana, sadar-sadar saya sudah sampai di jembatan kali. Bukan hanya
dipulangkan dengan aman, saya pun diberikan sebuah amplop yang berisi
uang dengan nominal 5 Juta rupiah, baru kali ini saya memegang uang 5
Juta dalam sehari, gaji yang berasal dari tempatku bekerja saja hanya
3 juta saja, itupun tidak ada tambahan apapun. Mungkin ini rejeki
dari Tuhan untuk saya, pas sekali saya sampai rumah sudah adzan
subuh, sepertinya saya tidak masuk kantor hari ini karena badan masih
sangat teramat lelah. Ketika sujud solat subuh pun saya sempat
ketiduran hingga akhirnya benar-benar tidur hingga pukul 2 siang.
Saya
melihat jam di dinding sudah pukul 2 siang lewat 15 menit, rasanya
kepala masih tetap berat tidak karuan, mungkin efek kurang istirahat
dan dehidrasi karena semalam saya tidak minum cairan sama sekali.
Masih terbayang-bayang dengan omongan Erik, tawaran pekerjaan yang
cukup menggiurkan namun harus membunuh atau terbunuh. Sialnya saya
tidak bisa mundur atau melarikan diri, sepertinya mereka memilih saya
dengan paksa dan apabila tidak mau saya akan menjadi bangkai. Lalu
kenapa saya yang terpilih oleh mereka?
Saya
sudah mengorbankan waktu bekerja sehari untuk berfikir tentang
pekerjaan kejam ini, keesokan harinya saya harus bekerja secara
normal agar tidak dicurigai oleh atasan jika saya sedang mengalami
masalah. Kembali kerutinitas biasa dan berjalan seperti biasanya
namun entah kebetulan atau tidak, saya mengalami banyak kejadian
kekerasan jalanan. Ketika saya sedang menaiki sebuah angkutan umum,
tiba-tiba angkot yang saya tumpangi dibajak oleh 3 orang preman
dengan mulut bau alkohol. Penumpang didalam angkot kebanyakan wanita
sedangkan sang pria hanya saya dan supir angkot tersebut, ketiga
preman tersebut badannya besar-besar dan bertato, dipastikan saya
tidak akan berani melawan, saya pun hanya pasrah jam tangan saya
diminta paksa oleh mereka karena mereka tidak menggunakan tangan
kosong dalam memalak, melainkan dengan sebilah pedang pendek siap
menghunus ke tubuh orang-orang yang mencoba melawan.
Beruntung
dompet serta telepon genggam saya tidak dirampas, kalau semua
dirampas maka saya tidak dapat melanjutkan perjalanan menuju kantor.
Padahal saya melihat ada 2 orang aparat diujung jalan, entah tidak
melihat kejadian yang cepat itu atau memang melihat aksi tersebut
tetapi takut untuk melakukan tindakan. Di busway saya menyaksikan
siaran berita pagi, lagi-lagi para koruptor yang menikmati hasil uang
rakyat dengan tanpa dosa dan masih bisa tersenyum tak menyesal saat
kamera menyorot wajahnya. Saya melihat koran yang sedang dibaca
sambil berdiri oleh bapak-bapak tua didepan saya, dikoran tersebut
terlihat sebuah berita mengenai gang motor yang membantai dan
merampok pejalan kaki dengan sadisnya. Semakin hari kelakuan binatang
anak-anak geng motor makin beringas, waktu setahun lalu saya memiliki
keponakan yang tangannya putus akibat diserang oleh beberapa anak
geng motor di bandung saat sedang belanja di minimarket. Kasian kalau
saya melihatnya, kalau saja saya berada disana, pasti sudah saya
bantai orang-orang seperti itu, sampah semua.