Siapa
yang ingin menjadi pembunuh untuk kepentingan pribadi?, saya rasa
tidak akan mungkin ada yang mau menjadi seperti itu. lalu bagaimana
jika menjadi pembunuh untuk kepentingan bersama?, diberikan bayaran
yang cukup menggiurkan dan peralatan yang cukup untuk menghilangkan
nyawa seseorang. Dibilang dosa ya dosa namun ada rasa kebanggaan
tersendiri karena membuat orang banyak menjadi tersenyum puas melihat
kematian yang ditunggu, walaupun ada perasaan yang menjadikan diri
seorang pembunuh seperti dikejar-kejar rasa bersalah.
Saya
Moskie, sebenarnya bukan nama asli tetapi saya lebih menyukai
menggunakan nama Moskie dibandingkan harus menggunakan nama Asli.
Saya berumur 28 tahun dengan tinggi 184 cm dan memiliki hobi
mengoleksi tiket bioskop yang pernah saya tonton. Pekerjaan saya saat
ini sebagai pegawai kantoran yang setiap harinya menatap komputer
dengan penuh konsentrasi hingga mata merah dan berair, beruntung saya
tidak pernah mendapati masalah dengan mata sehingga tidak pernah
menggunakan kacamata untuk memperjelas penglihatan. Rasanya kehidupan
saya hanya seperti itu-itu saja, berangkat kerja pagi-pagi bersama
para masyarakat kantoran lainnya dibilangan jakarta dan pulang
bersama para pegawai yang menggerutu tentang kemacetan Jakarta, belum
lagi kejahatan yang semakin marak hingga menjadi hal biasa.
Entah
negara Indonesia akan menjadi seperti apa?, pegawai biasa tetap
menjadi pegawai sedangkan gembel tetaplah gembel namun para penguasa
akan semakin makmur menggilas para kaum miskin dan calon kaum miskin
demi kepuasan semata. Saya hanya bisa merenung sambil menikmati
perjalanan pulang menaiki Trans Jakarta menuju Casablanca, entah
sampai kapan saya harus seperti ini tanpa kemajuan namun perlahan
tapi pasti berada dalam kemunduran. Setiap hari pulang pada jam
dimana para masyarakat umum sudah terlelap dalam mimpi, saya sendiri
baru sampai didepan pintu rumah sederhana dengan sebuah sepeda motor
bebek terparkir cantik menanti saya pulang setiap hari. Tetapi malam
ini rasanya berbeda dari biasanya, keset hitam yang terdapat tulisan
“Selamat Datang” terdapat sebuah surat tebal berwarna hitam
mengkilap, entah apa isi suratnya dan memang membuat saya langsung
penasaran.
Sambil
duduk di sofa menikmati alunan musik klasik tahun 70an dari
komputerku, saya membuka surat tersebut yang susah sekali dibuka dan
harus menggunakan pisau. Didalam kartu tersebut hanya ada sim card
salah satu provider selular terlama di Indonesia dan sebuah kertas
kecil bertuliskan petunjuk bahwa saya harus memasukan simcard
tersebut ke telepon genggam, lalu menghubungi nomer dibalik amplop
surat tersebut. siapa pula yang memberikan saya amplop yang seperti
ini? hanya ada nomor telepon yang harus dihubungi melalui sim card
tersebut, tanpa nama dan tanpa identitas apapun. Saya mencoba
menghubungi nomor telepon tersebut dengan nomor telepon yang saya
punya tanpa harus menggantinya terlebih dahulu namun hasilnya tulalit
tidak dapat dihubungi. Lalu saya melepaskan sim card telepon genggam
dan memasukkan simcard yang terdapat pada amplop surat tersebut, saya
iseng untuk mengecek pulsa sim card tersebut namun tidak dapat
dihubungi, aneh... apa untuk mengecek pulsa sudah tidak menggunakan
nomor tersebut?, padahal sinyal telepon sangat kuat dan penuh.
Didaftar kontak hanya ada nomor telepon yang sama dengan yang ada di
balik amplop tersebut, sepertinya memang saya harus menghubungi nomor
tersebut.
Aneh,
nomor telepon tersebut tersambung secara normal padahal ketika saya
menggunakan nomor telepon yang bukan dari sim card ini tidak ada
nada-nada tersambungnya alias tulalit. Sepertinya nomor telepon yang
ada di balik amplop surat tersebut sudah di atur hanya bisa dihubungi
oleh nomor dari simcard ini saja 5 kali nada sambungan langsung ada
suara seorang pria berumur sekitar 50tahunan dengan logat agak
kemedan-medanan “ya selamat malam tuan ?”
“Selamat
malam, maaf ini ada amplop surat berwarna hitam ada dirumah saya,
setelah saya buka....”
Penjelasan
saya belum saja selesai namun pria tersebut langsung memotong
pembicaraan saya dengan tanpa dosa.
“maaf
jika memang menggangu tuan, tapi saya ingin tuan memenuhi undangan
saya malam ini”
“undangan
apa maksudnya?, saya tidak mengerti, tolong jelaskan siapa bapak
ini?, karena saya merasa tidak mengenal bapak baik dari suara maupun
nomor telepon”
“saya
sudah menduga tuan ini akan menanyakan hal seperti itu, saya bukan
penjahat tuan, saya hanya ingin tuan mau datang ke undangan saya
malam ini”
“undangan
apa maksudnya?, saya tidak mengerti dengan maksud bapak ini?”
“tuan
tidak perlu pusing memikirkan siapa saya, tuan hanya perlu menjawab
mau tidak memenuhi undangan saya”
Sebenarnya
pembicaraan kita tidak ada nada emosi, marah atau bagaimana, hanya
saja saya bingung karena sudah memberikan banyak pertanyaan namun si
bapak ini tidak mau menjawab.
“bagaimana
tuan?, apakah mau memenuhi undangan saya?”
Undangan
apa yang dimaksud bapak ini?, jangan-jangan undangan untuk mengikuti
seminar MLM oleh salah satu produk kesehatan yang mengklaim obatnya
manjur seperti obat dewa?. Mendingan saya tolak saja daripada saya
terkena doktrin jaringan yang tidak jelas dan diberikan impian-impian
kesuksesan khayalan untuk mendapatkan apa yang saya inginkan.
“maaf
ya pak, terima kasih buat undangannya namun saya tidak tertarik
dengan undangan yang tidak jelas dari bapak”
“oh...
tidak apa-apa tuan, saya mengerti maksud tuan, MLM tidak akan
memberikan sesuatu yang rumit seperti ini”
Bagaimana
dia bisa tahu kalau saya berpikiran seperti itu?, jangan-jangan yang
menelepon saya sejenis mutant yang bisa membaca pikiran saya. Saya
jadi gugup bukan kepalang mendengar pembicaraannya sama dengan apa
yang saya pikirkan.
“bagaimana
tuan?, mau memenuhi undangan saya tidak?, jika tidak silahkan ambil
sebuah pistol dilaci depan tuan duduk namun apabila tuan mau
menghadiri undangan saya, tuan cukup duduk disofa empuk berwarna
maroon tanpa harus mengambil pistol tersebut”
Sofa
maroon?, kenapa dia tahu jika saya sedang ada di sofa berwarna maroon
dan apa benar laci yang ada didepan saya terdapat pistol, jika benar
terdapat pistol, siapa yang menaruhnya?. Saya membuka laci yang ia
maksud dengan penuh was-was, pelan-pelan saya tarik laci tersebut dan
muncul lah sebuah handgun berwarna hitam mengkilap. Jantungku mulai
berdegub kencang seiring dengan keringan dingin membasahi tangan,
pipi dan keningku.
“SIAPA
ANDA? TOLONG JELASKAN SIAPA ANDA?”
Saya
berteriak kepadanya sambil melihat ke arah jendela luar, berharap
orang tersebut sedang memegang telepon sambil berdiri didepan pintu
rumah saya sehingga dia mengetahui semua yang saya lakukan saat ini.
“tuan
tidak perlu berteriak seperti itu, saya tidak perlu teriakan tuan.”
“YA
TOLONG COBA JELASKAN SIAPA ANDA?”
Emosiku
semakin terpacu, rasa panik bercampur penasaran menjadi satu. Saya
menjadi bingung harus melakukan apa, sepertinya apapun yang saya
lakukan sekarang akan diketahui olehnya. Lebih baik kumatikan saja
telepon genggamku dan segera lapor polisi, namun setelah
kupikir-pikir jika aku lapor polisi akan membuat saya menjadi
tersangka karena pistol yang ada di laci rumahku bisa menjadi bukti
jika diriku adalah seorang penjahat. Lebih baik kumatikan saja
telepon genggamku, kucabut simcard darinya dan kupasang kembali
simcard milikku namun disaat aku sedang sibuk mengganti simcard,
tiba-tiba ada suara letusan kecil di bagian tembok yang tak jauh dari
tempatku berdiri sehingga membuatku kaget.
Sialnya
setelah ku cek letusan kecil itu, ternyata adalah sebuah tembakan
peluru yang menembus tembok rumahku hingga bolong dan peluru tersebut
menancap pada tembok dibalik tembok bolong tersebut. dengan segera
aku memasukkan kembali simcard yang berasal dari asing berlogat medan
itu, kali ini dia yang menghubungiku setelah handphone dihidupkan
selama 5 menit.
“masih
mau menghindar tuan?, jika tuan ingin kabur dan melarikan diri bahkan
untuk melaporkan ke pihak kepolisian, peluru tadi akan menembus
kepala tuan dimana pun tuan berada”
“lalu
saya harus apa?”
“ambil
pistol yang ada dilaci tuan, lalu tuan pergilah ke sebuah lapangan
dekat jembatan kali yang tak jauh dari rumah tuan. Pergilah saat ini
juga atau tuan akan berhenti melihat matahari terbit esok hari. dan
jangan lupa jika pistol yang tuan bawa berisikan peluru penuh”
Saya
segera membuka laci untuk mengambil sebuah pistol hitam dengan
menggunakan sarung tangan, kumasukkan kedalam selipan celana lalu ku
kenakan jaket hoodie tebal bertuliskan Kaskus. Langkahku keluar dari
kediaman menuju jembatan kali yang pada jam segini sudah sangat sepi
namun dengan penuh hati-hati agar tetangga tidak curiga. Tidak sampai
lima menit aku sudah sampai di jembatan yang dimaksud oleh orang itu,
tangan kanan bersiap untuk mengambil pistol dari balik jaket, semoga
saja teror ini tidak merenggut nyawaku. Saya belum menikah dan
baru-baru ini berusaha mendekati gadis dengan rupa wajahnya seperti
artis masa kini, kita sering jalan bersama namun sulit untuk
menjadikan dirinya seorang kekasih. Mungkin dirinya malas untuk
berhubungan serius dengan pria yang hanya berpenghasilan pas-pasan
untuk dirinya sendiri sedangkan para sahabat prianya adalah seorang
pengusaha, ya minimal seorang pegawai dengan jabatan tinggi. Aku tahu
mereka karena aku sering diajak ke pesta-pesta temannya walaupun
dengan mobil pinjaman dari seorang teman baikku.
Tidak
terasa sudah 1 jam lebih saya menunggu di pinggir jembatan, tidak ada
satupun hal yang mencurigakan. Ada beberapa mobil yang berlalu lalang
namun tidak sampai berhenti di hadapanku, telepon genggam yang masih
di isi simcard dari orang itu tetap bergeming tanpa ada panggilan
masuk, atau sebenarnya dari tadi saya sedang dibidik namun susah
ditembak karena saya berusaha tidak diam dan bergerak kesana kemari
untuk menghindari bidikan. Bagaimana jika saya benar-benar akan
dibunuh?, cara mudah untuk membunuh saya dengan menghilangkan jejak,
ditembak lalu mayatku dibuang ke kali yang berada tepat dibawah
jembatan namun jika saya tidak menuruti kemauan pria itu bisa saja
saya dibunuh di rumah, sama-sama tidak enak.
Tiba-tiba
dari kejauhan muncul cahaya sangat teramat terang menyilaukan mata,
sepertinya dari sebuah mobil besar semacam ford ranger. Semakin lama
semakin dekat cahaya itu menghampiri ku, saya langsung berlari ke
sisi jembatan yang lain untuk menghindari mobil tersebut yang
sepertinya dengan sengaja ingin menabrak diriku namun sayangnya di
sisi lain jembatan sudah ada mobil yang sama dan mendekati diriku.
Sial, harus bagaimana ini ?, kedua mobil itu menutupi jalanku untuk
melarikan diri dan mereka sudah mendekatiku tepat berhenti sekitar 2
meter dari tempat diriku berdiri. Saya langsung mengambil pistol yang
ada di selipan celanaku lalu praktis ku kokang pistolnya dan langsung
mengacung-ngacungkan ke arah dua mobil tersebut secara bergantian
dengan kepanikan yang luar biasa. Seluruh pintu mobil belakang
terbuka, satu persatu para lelaki dengan seragam jas hitam berkemeja
hitam dan dasi hitam keluar dari mobil tersebut, tubuh mereka tinggi
besar dan sepertinya jika saya menembakkan kesalah satu dari mereka
agak percuma, niscaya aku pun akan mati juga.
“ayo
cepat masuk kedalam mobil”
Bersambung…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar