Kamis, 05 Agustus 2010

Dunia Gemerlap


Dugem… awalnya ada rasa penasaran dalam hati kenapa anak muda khususnya kaum urban ibukota Jakarta sangat menyukai kegiatan ini. Setahu saya dugem hanya lah kegiatan yang kerjaannya dengerin musik dengan speaker bervolume kencang sehingga bagi telinga yang sensitive bakal kesakitan, dari speaker tersebut keluarlah suara-suara lagu yang bisa memacu tubuh kita bergoyang. Mungkin bagi saya, mendengar suasana dunia gemerlap dari mulut kemulut tidak memberikan kepuasan tersendiri, maka dari itu saya berani dan berangkat menuju tempat tersebut dengan ditemani 4 orang rekan saya, salah satu dari mereka mempunyai free pass (kode masuk clubbing agar gratis).

Walaupun kita berempat hanya menggunakan motor tapi kalau sudah niat mau diapain lagi, kita menuju gedung jamsostek dibilangan kuningan. Tempat clubbing kami bernama 9 Cloud’s , kalau gak salah terletak di lantai 39, angka yang ganjil buat tempat seperti ini. Sebenarnya tempat tersebut tidak begitu terkenal dikalangan clubbing, banyak juga yang tahu tempat tersebut namun bagi mereka suasana tempat tersebut kurang gila, dan mungkin crowded pengunjung kurang begitu paranoia. Perjalanan kami sampai ditempat parkir basement, memang sedikit gila, kami berempat sama-sama pecinta kecepatan, kendaraan di paju hingga 120kpj dan akhirnya bisa sampai tempat tersebut hanya memakan waktu setengah jam lebih lima belas menit.

Temanku sudah tahu kalau aku ikut untuk melakukan observasi, tapi hanya temanku saja yang tahu karena kalau diberitahukan ke yang lain mereka berpikir aku datang tidak untuk bersenang-senang melainkan hanya untuk belajar. Ditempat parkirnya saja, berjejer mobil-mobil mewah, mulai dari Toyota camry, Ford hingga mobil-mobil sekelas Bettley. Dari mobil-mobil tersebut keluarlah beberapa anak muda yang kalau saya perhitungkan kira-kira berumur antara 16 hingga 20 tahun, terlihat masih abege. Dari pakaian si wanita, hanya memakai dress simple yang sedikit transparan, saya sendiri saja bisa melihat isi daleman mereka ketika lampu mobil menyoroti pakaian mereka, ada juga yang mengenakan gaun yang lebih gilanya lagi tidak memakai beha ataupun pengaman dada, saya tahu karena salah satu dari mereka membetulkan alas kaki bermerknya dengan cara menunduk, dari situ akan tak sengaja keliatan dua buah daging tumbuh milik mereka.

Sedangkan yang cowok, memakai kemeja rapih lengkap dengan beberapa asesoris asesoris penunjang ketampanan mereka. Ada juga sih yang menggunakan kaos tapi bukan kaos kutang melainkan kaos yang memiliki merk distro macam Bloob ataupun Black ID. Beberapa dari pengunjung clubbing lewat didepan kami, wanginya bukan main, tidak satupun tercium aroma minyak wangi non alcohol yang dijual dipinggir-pinggir jalan dalam botol kecil dan roll on. Tempat clubbing dibuka pada pukul 11 malam dan acara shownya baru akan di kumandangkan sekitar pukul 12 tepat, mirip jam maling komplek perumahan beraktifitas.

Tak sabar, saya dan teman-teman masuk kedalam tempat clubbing tersebut, namun tak lupa tas kecil kesayangan saya juga ikut masuk kedalam tempat clubbing. Oh iya, ditempat clubbing dilarang memakai sandal jepit, saya gak tahu alasannya apa, mungkin takut ada orang yg iseng main lempar-lemparan sandal atau takut terjatuh karena sendalnya keinjek sewaktu berjoget. Sebelum masuk kita dicap dengan cap stempel, mirip dengan kita mau masuk dufan, saya gak lihat logonya apa, yang pasti bukan logo lumba-lumba lagi meloncat ataupun gambar monyet bekantan apalagi bertuliskan pengajian majelis ta’lim Al-Jihad.

Memasuki ruangan memang ada rasa dag dig dug, saya berpikir jikalau ada razia polisi kemungkinan saya juga ikutan ketangkep karena saya membawa sejata tajam yaitu peniti buat nusukkin busi motor saya bila mogok. Ruangan memang tidak terlalu terang, agak gelap tapi tidak terlalu gelap karena sang DJ belum hadir maka musik yang disajikan adalah musik-musik yang berasal dari laptop. Dari tempat yang saya masukin ini, saya bisa melihat gedung-gedung Jakarta yang indah dimalam hari karena terdapat jendela yang besar langsung menghadap ke view yang asik. Melihat kebawah sudah merupakan jalanan kuningan yang tak pernah sepi. Sambil menunggu DJ datang memainkan lagu, saya duduk santai disebuah sofa empuk yang disediakan pemilik tempat sambil melihat sekeliling saya. Tamu-tamu pengunjung mulai berdatangan, ada yang rame-rame ada juga yang hanya berdua saja tetapi semoga gak ada yang datang sendirian seperti tak punya teman.

Senin, 02 Agustus 2010

Kisah si Ale

Berjejer rapih manusia mengantri disebuah loket yang masih tutup tanpa adanya penjaga loket, dari seseorang yang antri didepan loket hingga akhir antrian, semuanya sibuk dengan kesibukannya masing-masing. Terdiam terpaku tanpa adanya komunikasi sosial seperti halnya manusia yang membutuhkan hubungan sosial antar umat manusia. Semakin lama orang yang mengantri loket tersebut semakin banyak namun tak ada satupun yang bertanya kapan loket itu dibuka.

Dilain tempat, seorang remaja bernama Ale sedang berlari menuju tempat dimana loket itu berada untuk membeli karcis. Kakinya berlari mengejar waktu agar tepat waktu berada diloket tersebut dan tidak kehabisan tiket. Sampai didepan loket ia kaget karena antrian loket begitu panjang sehingga membuatnya harus berada dibelakang mengantri seperti orang lain. Dengan nafas yang tersengah-sengah naik turun ia mengantri dibarisan belakang. Detik demi detik, menit demi menit hingga ia mengantri selama dua jam namun ia tidak bergerak maju kedepan, jangankan untuk bergerak, loketnya saja belum dibuka hingga sekarang. Ale ingin bertanya kepada orang lain yang ikut mengantri namun ia urungkan niatnya karena masing-masing orang yang mengantri tersebut mempunyai kesibukan masing-masing. Mulai dari mendengarkan MP3, asik bersms-an, telepon-teleponan hingga asik mesra-mesraan sama sang kekasih. Mereka ini tidak merasa sudah berjam-jam mengantri namun tidak juga kunjung melangkah maju kedepan.